Transformasi Suku Anak Dalam (SAD)

Transformasi Suku Anak Dalam (SAD)

Sorak keceriaan dari tubuh-tubuh mungil di balik dedaunan masih terdengar lantang, lambaian tangan pun selalu menjadi awal sapaan saat berkunjung, dan pikiran-pikiran alami tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Itu lah yang menjadi ciri khas unik, bermakna dalam, menjadikan nya sekelompok masyarakat adat yang memiliki nilai dan budaya tersendiri di antara masyarakat pada umumnya. Suku Anak Dalam/ Orang Rimba yang bermukim di Dusun kelukup, Desa Dwi Karya bhakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, seakan-akan telah memasuki fase kehidupan baru. Bercocok tanam, beternak, serta telah memiliki Home Industri ikan asap menandakan bahwa masyarakat adat ini sudah berkembang, mandiri, menyatu dan mampu beradaptasi dengan lingkungan.

Ditinjau dari aspek pendidikan, sejak di fasilitasi nya layanan identitas kependudukan bagi SAD rombong Hari dan Badai tahun 2015 lalu oleh Pundi Sumatra, sebagai syarat administrasi awal untuk menjangkau semua layanan pemerintah dalam hal ini pendidikan, hampir setiap tahun setidaknya 2-5 anak berkesempatan untuk di daftarkan ke Sekolah Dasar dan memulai pendidikan formal, hingga saat ini tercatat sejumlah 22 anak sedang menempuh jalur pendidikannya masing-masing. Perhatian pemerintah sangat diharapkan karena masyarakat SAD desa dwi karya bhakti ini masih dalam zona lingkungan yang terbatas terlebih kondisi pandemi masih terus berlanjut tanpa dapat diprediksi kapan akan berakhir.

Situasi ini menyulitkan semua murid, siswa dan mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan nya di bangku sekolah masing-masing. Jika suasana pandemi akan berakhir dalam jangka waktu yang lama, kita tidak pernah tahu sistem pembelajaran daring ini akan membawa dampak seperti apa bagi anak didik bangsa. Akan tetapi dibalik keterbatasan sekolah tanpa tatap muka ini seharusnya tidak ada lagi faktor penghambat lain yang dapat mengganggu anak dalam belajar secara online.

Seperti yang dialami oleh anak-anak dan remaja SAD desa dwi karya bhakti, diketahui faktor utama penghambat mereka saat belajar online adalah penggunaan ponsel yang terbatas karena tidak adanya sumber energi listrik di pemukiman sehingga mereka kesulitan untuk menambah daya baterai ponsel. Di masa pandemi pemerintah mulai memberlakukan sekolah daring, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, semua aktivitas belajar tentu akan lebih banyak memakai handphone. Mengandalkan panel tenaga surya pun tidak cukup menampung semua keperluan warga apalagi energi yang tersimpan sangat bergantung dengan cuaca. Dengan kondisi seperti ini, tak jarang warga SAD banyak yang menumpang ke rumah warga desa setempat untuk mengisi daya ponsel mereka masing-masing demi keperluan anak untuk sekolah serta mengisi daya senter yang akan menjadi satu-satunya cahaya penerang di rumah saat malam hari.

Belajar tanpa listrik
Kondisi anak SAD saat belajar tanpa listrik. Foto: Dokumentasi Pundi Sumatra

Sudah delapan tahun warga SAD rombong hari dan badai yang terdiri dari 40 Kartu Keluarga tinggal di pemukiman tanpa kehadiran listrik. Gelap gulita selalu menjadi pemersatu warga di setiap malam nya. Tak ada alasan lain lagi, kini mereka hanya perlu berharap kepada yang mempunyai wewenang agar segera memberi jawaban kepastian. Peran listrik sangat berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat di suatu daerah baik secara SDM maupun SDA nya. Dengan keberadaan listrik, masyarakat yang berada di wilayah terpencil dan pelosok sekalipun bisa menjangkau serta mengakses dunia. Sulit di bayangkan jika kita tidak memiliki akses penting yang satu ini karena energi listrik sudah menjadi salah satu sumber energi penting penopang segala aktivitas kita sehari-hari.

Pada pertengahan September 2020 lalu kami (Fasilitator Pundi Sumatra) telah mendampingi tumenggung Hari membuka percakapan dengan semua pihak yang terkait mengenai kelanjutan pengadaan listrik di pemukiman SAD yang tiang nya sudah lama berdiri sejak tahun 2018 lalu. Dari hasil pembicaraan kami bersama tumenggung Hari ke beberapa pihak bersangkutan, akhirnya setelah beberapa waktu warga di datangi pihak PLN bersama tenaga teknisnya di akhir tahun 2020 lalu. Warga pun mengira bahwa pada hari itu arus, kabel dan ampere akan segera di realisasikan dan di pasang ke tiap-tiap rumah warga dan warga pun akan segera di arahkan untuk hal administrasi terkait pemasangan ampere bersubsidi tersebut. Akan tetapi pada kenyataan nya kedatangan mereka pada waktu itu ternyata belum sepenuhnya menuntaskan pekerjaan yang masih tersisa. Tim teknis dari PLN hanya memasangkan kabel arus listrik dan satu ampere saja yang diletakkan di balai pertemuan untuk keperluan tertentu, tapi ampere tersebut tidak bisa diaktifkan sehingga ampere ini berfungsi hanya sebagai pelengkap hiasan. Berdasarkan informasi lanjutan dari pemerintah desa setempat untuk pemasangan ampere ke tiap-tiap rumah, warga memang harus menunggu program khusus dari pemerintah pusat. Mendengar kabar ini warga SAD pun kembali mengurung kebahagiaan nya dan kembali menunggu janji pemerintah.

Alasan lain yang menyangkut kepentingan bersama mengenai pentingnya kehadiran listrik di pemukiman SAD adalah terdapat sarana dan prasarana umum seperti MCK komunal, balai pertemuan, musholla, rumah belajar dan rumah produksi ikan asap. Apabila sarana ini tidak dipakai maka komponen nya/alat yang terdapat di tiap-tiap sarana tersebut bisa saja rusak akibat tidak terpakai. Meningkat nya keluhan warga akhir-akhir ini, membuat staf lapangan Pundi Sumatra mencari solusi dan segera mengambil tindakan. Mengandalkan satu ampere yang tadi nya belum diaktifkan, lalu kami mencoba berkomunikasi dengan semua warga untuk membahas persoalan yang terjadi dan menyepakati sarana apa saja yang nanti akan di salurkan listrik nya melalui ampere tersebut.

Akhirnya warga SAD sepakat bahwa ampere ini akan dipergunakan dan disalurkan aliran listrik nya ke beberapa sarana penting, yakni ke musholla, rumah belajar dan balai pertemuan dan beberapa rumah warga. Penyaluran ini terbatas karena dengan kekuatan satu ampere tidak akan mampu menyalurkan arus ke semua rumah. Alhasil setelah ampere berhasil di perbaiki dan arus listrik telah di salurkan, sangat membawa dampak baik bagi anak dan remaja yang bersekolah. Mereka telah mendapatkan energi listrik yang stabil untuk menunjang keperluan sekolah, penggunaan musholla juga menjadi lebih aktif dan kegiatan sekolah alam di rumah belajar sudah kembali diadakan pada malam hari, tidak perlu memanggil anak-anak lagi untuk berkumpul di suatu tempat, karena di rumah belajar sudah ada penerangan sehingga anak-anak dengan sendirinya datang untuk belajar malam.

Dari cerita ini, inisiatif dan kemampuan swadaya warga SAD serta mereka mampu mempertimbangkan hal-hal penting, itu semua sudah merupakan sebuah indikator keberhasilan dan kemandirian, telah berdaya nya suatu masyarakat/komunitas di suatu daerah, dan mereka berhasil mengoptimalkan kesempatan di dalam keterbatasan. Dalam suatu masyarakat Kita tidak dapat menentukan arah perubahan yang akan terjadi, tetapi dengan membekali ilmu dan keterampilan kepada warga SAD, merupakan langkah awal untuk menyelamatkan nasib mereka ketika suatu waktu nanti hutan tidak mampu lagi menjawab keinginan mereka.