Produk Makanan Pertama Dari Suku Anak Dalam

Produk Makanan Pertama Dari Suku Anak Dalam

Ancaman kepailitan terus membayangi dunia usaha di tengah pandemi Covid-19. situasi ini memukul telak dunia bisnis tanah air pada hampir seluruh sektor usaha. Kondisi ini mengancam bahkan sudah mengakibatkan sebagian perusahaan berakhir pailit karena tidak mampu memenuhi kewajiban utang. Meski terdapat kebijakan restrukturisasi utang hingga insentif pajak, namun reaksi tersebut bersifat sementara tanpa ada penghentian penyebaran virus Corona.

Dunia usaha seperti industri perhotelan, pariwisata dan restoran merupakan sektor paling parah terkena dampak pandemi Covid-19. Perusahaan berskala kecil hingga besar turut terkena imbas pandemi Covid-19. Kebijakan pembatasan sosial sebagai upaya untuk meredam penyebaran Covid-19 justru berdampak pada penurunan permintaan barang, serta menghambat kegiatan produksi ataupun investasi. Situasi hari ini sangat memprihatinkan dan menimbulkan banyak persoalan sosial di masyarakat.

Namun demikian tidak sedikit juga masyarakat yang berani memulai sebuah usaha di saat situasi pandemi belum berakhir. Warga Suku Anak Dalam/ SAD desa Dwi Karya Bhakti, Kabupaten Bungo ternyata baru saja merilis produk makanan bermerek “Mina Hasop Eluk.” Terdiri dari tiga suku kata yaitu Mina (bahasa latin) berarti ikan, Hasop (bahasa orang rimba) yang artinya adalah asap, kemudian Eluk (bahasa orang rimba) berarti bagus. Produk ini sama halnya dengan ikan salai, yakni ikan yang diolah menggunakan bahan garam dan cuka lalu diasap untuk mematangkan daging selama beberapa waktu menggunakan wadah oven, kemudian di jemur hingga ikan kering. Untuk kita semua yang sudah mendengar kabar baik ini jangan terburu-buru dulu meragukan kualitas produk yang dihasilkan oleh warga SAD, karena segala proses dan tahapan mulai dari pemilihan bahan, pengolahan ikan, hingga pengemasan, semua menggunakan alat dan bahan yang higienis.

Ada sedikit cerita di balik produk pertama SAD desa Dwi Karya Bhakti, Kabupaten Bungo ini. Tiga tahun sudah warga SAD menjalankan kegiatan budidaya ikan mulai dari kolam terpal, kolam fiber hingga menggunakan kolam tanah. Dalam setiap tahap kegiatannya,  hasil panen yang didapat cukup memuaskan. Tiga kolam dalam berukuran 15 x 20 meter tersebut, pada September 2020 lalu memperoleh benih ikan patin dari Balai Perikanan dan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam Jambi . Berlandaskan hal itu warga SAD ingin mencoba memperluas cakupan alternatif usaha di sektor perikanan. Melalui program SUDUNG, Pundi Sumatra melakukan pendampingan intens atas kegiatan yang bertajuk produksi ikan asap tersebut. Inisiasi ini tercetus pada tahun 2020 lalu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai jual produk, sehingga pendapatan warga SAD juga dapat meningkat dan pastinya juga akan mulai memperkenalkan SAD mengenal tentang dunia usaha.

Ikan Asap Produk Makanan Pertama Dari Suku Anak Dalam
Doc Pundi Sumatra: Produk Makanan Pertama Dari Suku Anak Dalam

Keberadaan kelompok ikan asap berhasil dibentuk melalui musyawarah antara pendamping komunitas dan kader SAD. Kelompok ini telah melalui beberapa tahapan penting mulai dari membuat struktur kelompok, melakukan studi banding, berkoordinasi dengan banyak pihak yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta melakukan praktek produk belasan kali. Di balik produk “Mina Hasop Eluk” terdapat peran anggota yang luar biasa dan selalu bekerja keras. Mereka adalah para kader lokal SAD desa Dwi Karya Bhakti, di antaranya adalah Amira, Juliana, Siska, Seri, dan Fahmi. Mereka senantiasa berpartisipasi aktif pada setiap kegiatan.

Dukungan dan perhatian Dinas Peternakan Perikanan Kabupaten Bungo pun tidak dapat diabaikan atas keberhasilan ini. Tidak hanya berupa bantuan fisik berupa sarana prasarana usaha perikanan yang ada, Dinas juga membuka jalan dalam aspek pemasaran produk hingga memfasilitasi kelompok untuk memperoleh uji sampel kelayakan produk olahan ke dinas terkait

Kesuksesan kelompok dalam menghasilkan produk ikan asap ini bukan tidak memiliki tantangan. Belasan praktek yang dilakukan oleh anggota kelompok, dinyatakan belum sesuai ekspektasi dan memenuhi standar. Namun kondisi itu justru membuat kelompok semakin termotivasi dan kegiatan praktek ikan asap semakin rutin dilakukan. Mereka terus belajar, menyimpulkan hasil-hasil praktek sebelumnya dan melakukan evaluasi dari kesalahan-kesalahan yang pernah berlangsung. Perlahan dengan sendirinya kelompok mulai menemukan teknik pengasapan yang sesuai dan diyakini telah sesuai standar yang ditentukan.

Kata konsisten akan lebih tepat menggambarkan sebuah proses panjang selama melakukan praktek sekaligus menjadi pembelajaran bagi kelompok dalam memulai sebuah usaha. Kini produk “Mina Hasop Eluk” telah hadir di tengah masyarakat. Semoga produk ini dapat diterima dan mampu bersaing di pasar-pasar lokal dan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi kerakyatan.