![Fellowship “Bemalom” Bersama Suku Anak Dalam Jambi](https://pundisumatra.or.id/wp-content/uploads/2023/09/foto-website-4.jpg)
Fellowship “Bemalom” Bersama Suku Anak Dalam Jambi
Cerita dari Kampung Kelukup, Kegiatan Bemalom Bersama Suku Anak Dalam Jambi
Fellowship “Bemalom di Kampung Kelukup” telah berhasil menghadirkan cerita tak terlupakan bagi para peserta yang pertama kali berinteraksi dengan komunitas adat Suku Anak Dalam (SAD) di Provinsi Jambi. Bertempat di Desa Dwi Karya Bhakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, kegiatan ini menjadi perpaduan antara pemahaman mendalam terhadap adat dan budaya Suku Anak Dalam sekaligus mengeksplorasi perubahan pola hidup mereka di tengah perubahan zaman.
Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 16 – 17 Agustus 2023 ini bekerjasama dengan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi melalui dukungan dari Kemitraan Partnership. Meski baru pertama kali dilakukan, kegiatan fellowship cukup menarik perhatian kelompok pemuda di Kota Jambi. Dari para pendaftar, hanya lima orang terpilih yang berkesempatan mengikuti kegiatan Bemalom tersebut. Salah satunya adalah Tri Trinaldi, mahasiswa jurusan Kehutanan dari Universitas Muhammadiyah Jambi. Kepada tim Pundi Sumatra, ia bersemangat menceritakan pengalaman uniknya selama mengikuti kegiatan tersebut.
Sebagai mahasiswa semester tujuh, berinteraksi dengan masyarakat luar dan mencoba banyak hal baru adalah suatu kewajiban yang harus dicoba. Menurutnya, berkuliah tidak membatasi mahasiswa untuk mengeksplorasi dunia baru.
“Ini pertama kalinya Saya berinteraksi dengan Suku Anak Dalam,” tuturnya penuh semangat.
Selama perjalanan dari Kota Jambi, Trinaldi dan peserta lainnya memiliki anggapan yang sama: Suku Anak Dalam pasti terlihat seperti orang di yang tinggal di dalam hutan dengan banyak keterbatasan. Namun anggapan itu segera mereka tepis kala mobil yang mereka tumpangi masuk ke sebuah pemukiman warga di sebuah dusun. lurus terus mengikuti jalan yang dilalui warga, perjalanan mereka akan sampai di pemukiman Suku Anak Dalam Desa Dwi Karya Bakti.
“Tiang biru di sisi kiri kanan jalan sana adalah sinyal bahwa semua ekspektasi pertama kami tentang mereka berubah,” ujar Tri sambil menunjuk ke arah tiang yang dimaksud. Menanjak sedikit, mereka sudah bisa melihat deretan rumah dari kayu berwarna biru pudar dan beratap seng. Tidak ada lagi cerita tinggal di dalam hutan. Kelompok adat ini telah mendiami rumah masing-masing. Listrik dan sinyal internet pun sudah mereka nikmati. Bukannya meninggalkan hutan, sesekali komunitas SAD ini akan bemalom di sudung yang tidak jauh dari area pemukiman untuk berburu dan mencari hasil hutan.
![Lokasi permukiman SAD. Foto: Wahdi Septiawan](https://pundisumatra.or.id/download/5177/foto-website-1-1-1024x683.jpg)
“Kegiatan bermalam bersama adat ini sangat menarik. Saya memperoleh banyak ilmu dan pengetahuan tentang adat dan budaya Suku Anak Dalam, serta melihat banyaknya kreativitas dan bakat yang dimiliki oleh teman-teman dari Komunitas SAD,” ungkapnya.
Selama program berlangsung, Trinaldi terlibat dalam berbagai aktivitas, mulai dari menangkap ikan atau yang disebut ngakop ikan hingga menyaksikan proses pembuatan gelang khas komunitas SAD. Namun, yang paling mencolok adalah kekreatifitasan dalam membuat tikar lapik dari daun rumbai oleh para anggota komunitas.
Trinaldi juga mengungkapkan bahwa salah satu momen paling menarik adalah ketika dia bisa menyaksikan langsung tarian tradisional SAD yang disebut “Tari Badeti.” Tarian ini merupakan bentuk doa kepada Sang Pencipta yang diperuntukkan dalam situasi tertentu. Karena itu, tari ini terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Tari Badeti Mandi Anak, Tari Badeti Pernikahan, dan Tari Badeti Persembahan. Trinaldi mencatat bahwa tarian ini memiliki makna mendalam, seperti memohon pertolongan dan perlindungan dari Tuhan serta ungkapan terima kasih kepada tamu yang datang ke komunitas SAD.
![Tari Bedeti yang ditunjukkan kepada peserta Fellowship. Foto: Tri Trinaldi/Pundi Sumatra](https://pundisumatra.or.id/download/5179/foto-website-2-1-1024x683.jpg)
Selain pemahaman akan budaya dan adat Suku Anak Dalam, kegiatan ini juga memberikan wawasan tentang perkembangan digital yang semakin pesat di kalangan masyarakat adat. Trinaldi mengamati bahwa beberapa anggota komunitas SAD, khususnya di Desa Dwi Karya Bhakti, telah melek digital dan mengikuti tren digital saat ini. Mereka menggunakan smartphone, alat elektronik lain, serta sepeda listrik untuk berangkat sekolah. Selain itu, mereka juga memanfaatkan smartphone dan media sosial untuk memasarkan produk-produk UMKM yang mereka produksi.
Salah satu UKM yang dikelola oleh komunitas SAD adalah Mina Hasop Eluk, yang menghasilkan ikan asap berkualitas tinggi. Jenis ikan yang diolah meliputi ikan patin dan ikan lele. Program ini adalah hasil kerja sama antara Pundi Sumatera, kemitraan partnership, dan BAZNAS. Trinaldi menegaskan bahwa ketua pengelola Mina Hasop Eluk adalah Juliana, seorang gadis dari komunitas Suku Anak Dalam yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Jambi, dalam program studi Kehutanan yang sama dengan dirinya.
Kegiatan fellowship ini bukan hanya memberikan pengalaman berharga, tetapi juga menggugah kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya dan lingkungan di tengah perubahan zaman yang cepat. Semangat berbagi pengalaman ini diharapkan dapat memicu kolaborasi lebih lanjut antara kelompok muda dan komunitas adat untuk menjaga dan menghormati warisan budaya yang berharga.