TFCA Sumatera Gelar Pertemuan di Awal Tahun sebagai Evaluasi dan Refleksi Kinerja Fasilitator Wilayah.

TFCA Sumatera Gelar Pertemuan di Awal Tahun sebagai Evaluasi dan Refleksi Kinerja Fasilitator Wilayah.

Program Tropical Forest Conservation Action Sumatera (TFCA-S) telah aktif selama lebih dari satu dasawarsa dengan fokus intervensi pada upaya penyelamatan hutan tropis dan keanekaragaman hayati yang tersisa. Selama periode tersebut, TFCA-S telah memberikan dukungan pendanaan hibah kepada lembaga non-pemerintah, kelompok masyarakat, serta perguruan tinggi yang beroperasi di 13 bentang alam Sumatera dan berkontribusi pada konservasi empat spesies terancam punah seperti Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii).

Dalam membantu pengelolaan proyek, sejak tahun 2015 TFCA-S telah menunjuk lembaga lokal di Sumatera yang berperan sebagai fasilitator wilayah (faswil) untuk membantu tugas administrator TFCA-S dalam asistensi, pengembangan kapasitas, monitoring, dan pengelolaan produk pengetahuan para mitra yang mendapat dukungan pendanaan dari TFCA-Sumatera. Wilayah kerja fasilitator dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu wilayah bagian utara, bagian tengah, dan bagian selatan.

Untuk wilayah Tengah dan Selatan, Pundi Sumatra telah menjadi fasilitator sejak tahun 2015 – 2020. Namun, sejak tahun 2020, Pundi Sumatra telah fokus mengelola mitra TFCA-S pada sebaran wilayah Tengah.

“Menjadi faswil di wilayah tengah selama hampir 3 tahun, dengan cakupan bentang alam Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat, TN Siberut, TN Tesso Nilo, TN Bukit Tigapuluh, dan Kampar – Kerumutan – Senepis,” jelas Sutono selaku koordinator faswil tengah. Lebih lanjut, Sutono menyebutkan bahwa lebih dari 33 mitra telah didampingi oleh Pundi Sumatra.

Monitoring Faswil di Mitra Rimba Satwa Foundation. Dok: Pundi Sumatra
Monitoring Faswil di Mitra Rimba Satwa Foundation. Dok: Pundi Sumatra

Selama berkegiatan, Sutono dibantu oleh staf monitoring dan evaluasi program, staf monitoring dan evaluasi keuangan mitra, serta staf komunikasi dan manajemen pengetahuan. “Peran fasilitator wilayah cukup penting dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan proyek TFCA-S di semua lokasi,” ujar Damsir selaku asisten monitoring dan evaluasi program.

Evaluasi dalam Pertemuan Faswil

Saat pandemi tahun 2020, pertemuan evaluasi antara faswil dan Administrator diselenggarakan secara daring. Meskipun pandemi telah berakhir, koordinasi secara daring tetap rutin dan efektif. Namun, pada awal tahun 2024 ini, pertemuan untuk tujuan koordinasi sekaligus evaluasi kinerja faswil diadakan secara tatap muka di Aston Sentul, Bogor pada tanggal 22 – 23 Januari 2024 lalu.

Pertemuan koordinasi ini juga menjadi kesempatan bagi faswil 3 wilayah untuk merefleksikan dan melaporkan hasil capaian dari pelaksanaan mandatnya, serta mengidentifikasi pembelajaran yang dapat diambil dari peran fasilitator wilayah terhadap kinerja pengelolaan proyek di tingkat tapak untuk periode tahun 2021 sampai 2023. Kegiatan dibuka oleh Bapak Samedi, Ph.D. selaku Direktur Program TFCA-S.

“Sembilan tahun faswil sudah melakukan pendampingan kepada mitra. Tentunya akan ada pembelajaran yang bisa kita panen bersama untuk menjadi bahan evaluasi yang lebih baik di project lainnya,” tuturnya.

Pertemuan Admin TFCA-S dengan Faswil di Aston Sentul. Dok. Pundi Sumatra
Pertemuan Admin TFCA-S dengan Faswil di Aston Sentul. Dok. Pundi Sumatra

Kegiatan hari pertama dimulai dengan mengidentifikasi capaian kegiatan mitra Leuser Conservation Partnership (LCP) selaku fasilitator wilayah Utara mendapat kesempatan pertama untuk mempresentasikan hasil pemetaan pembelajaran mitra-mitra TFCA-S pada wilayah utara. Dalam presentasinya, Ismail selaku koordinator Faswil Utara menyampaikan bahwa beberapa mitra cukup intens melibatkan faswil baik dalam kegiatan pada konteks proyek TFCA-S maupun di luar aktivitas proyek.

“Kegiatan melibatkan faswil dalam pertemuan yang dibuat mitra justru dinilai bagus karena menjadi wadah bagi mitra untuk memberikan update terbaru dari pelaksanaan proyek mereka. Jadi tidak harus menunggu laporan kuartal, kita sudah dapat update perkembangan program,” tuturnya.

Senada dengan yang disampaikan oleh Ismail, Rini selaku Koordinator Faswil Selatan juga sependapat dengan beberapa hal, seperti kelengkapan administrasi menjadi instrumen penting dalam melakukan tinjauan laporan, monitoring, dan evaluasi.

“Standarisasi administrasi ini membantu kita dalam menilai laporan-laporan yang dikirimkan oleh mitra. Untuk WATALA sendiri, keberhasilan yang dapat direplikasi salah satunya adalah kolaborasi para pihak yang dinilai cukup efektif dalam mitigasi konflik Manusia dan Gajah,” ujarnya. WATALA sendiri merupakan lembaga yang ditunjuk oleh TFCA-S sebagai fasilitator untuk wilayah Selatan sejak tahun 2021. Wilayahnya mencakup bentang alam TN Berbak – Sembilang, TN Bukit Barisan Selatan, dan TN Way Kambas.

Pada kesempatannya, Sutono sebagai Koordinator Faswil Tengah menyampaikan beberapa pembelajaran yang ditemukan, yakni proses penguatan kapasitas lembaga atau kelompok masyarakat menjadi hal yang paling penting bagi faswil tengah. Karena memberikan penguatan kepada kelompok swadaya atau mitra ini seperti memberikan program yang berkelanjutan bagi desa atau masyarakat sekitar.

“Berbeda dengan proyek yang melakukan studi penyelamatan satwa liar, setelah project selesai, maka berakhir pula kegiatan patroli dan sebagainya. Berbeda jika meningkatkan kelompok masyarakat seperti KMPG (Kelompok Masyarakat Peduli Gajah) dan PAGARI (Patroli Anak Nagari). Ketika project selesai, mereka bisa mandiri melanjutkan kegiatan patroli dan kegiatan lainnya karena sudah dibekali atau diberi penguatan kapasitas lembaga.” terang Sutono.

Kegiatan hari kedua dilanjutkan dengan memetakan keberhasilan kerja para mitra yang bisa direplikasi oleh pihak lain. Selain berdiskusi tentang mitra dan fasilitator, Administrator juga memberikan peningkatan kapasitas kepada para peserta yang hadir tentang Fundraising dan Investasi untuk Lembaga oleh Riki Frindos selaku Ketua Pengurus dan Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI.

Riki menyampaikan bahwa KEHATI berkembang sebagai lembaga conservation trust fund di Indonesia. Selain itu, sebagai lembaga konservasi di Indonesia yang terdepan dalam pengimplementasian salah satu prinsip dalam Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu sustainable financing, KEHATI harus dapat memelihara dan meningkatkan kolaborasinya dengan sektor bisnis.

“Banyak sumber pendanaan langsung yang bisa dicari oleh teman-teman NGO semua, memperkuat sumber pendanaan menjadi sangat penting bagi teman-teman untuk dapat terus mengawal capaian dan investasi kerjasama yang sudah terbangun melalui proyek sebelumnya,” ujar Riki.

Dalam sesinya, Riki menyampaikan bahwa Yayasan KEHATI cukup berbeda dengan NGO/CSO yang ada di Indonesia, dengan salah satu mandatnya adalah mengembangkan kemandirian organisasi di tingkat tapak. Selain organisasi masyarakat, KEHATI juga memberikan kesempatan kepada civitas akademik.

Memasuki perubahan zaman, Yayasan KEHATI mulai mencoba strategi pendanaan yang cukup berbeda dengan teknik fundraising lembaga-lembaga lain. Seiring dengan bertambahnya Divisi Empat – Investasi Berkelanjutan dalam struktur organisasi kepengurusan, Yayasan KEHATI merambah ke pasar modal dengan cara memberikan jasa konsultan kepada para pelaku bisnis dan manajer investasi (Fund Manager) dengan melakukan analisis kepada perusahaan yang telah menerapkan prinsip-prinsip lingkungan yang baik dalam praktik bisnisnya.

“Hasilnya adalah Yayasan KEHATI akan memberikan saran atau mempengaruhi kepada calon investor untuk berinvestasi kepada perusahaan yang hanya mengadopsi praktik konservasi dalam menjalankan bisnisnya. Kemudian Yayasan KEHATI akan mendapatkan bayaran jasa terhadap analisis bisnis tersebut dari pihak Fund Manager,” jelas Riki lebih lanjut.