Mengupas Praktik Baik dan Tantangan Sosial Budaya Suku Anak Dalam Jambi melalui Jurnalis Visit

Mengupas Praktik Baik dan Tantangan Sosial Budaya Suku Anak Dalam Jambi melalui Jurnalis Visit

Hutan sekarang sudah susah, dak bisa lagi hidup bergantung dengan hutan. Kalau punya lahan ya harus coba berkebun sekarang ni,” tuturnya. 

Suku Anak Dalam (SAD), salah satu komunitas adat di Provinsi Jambi, telah hidup cukup lama dengan mengandalkan hutan sebagai sumber penghidupan mereka. Namun, modernisasi dan masifnya perambahan hutan untuk perkebunan sawit dan program pembangunan lainnya, menekan ruang hidup dan memaksa komunitas SAD menghadapi tantangan berat. Mereka harus beradaptasi dengan perubahan ini dengan tetap berupaya mempertahankan identitas budaya, hak-hak atas tanah, dan kelestarian lingkungan mereka.

Pundi Sumatra, dalam program ESTUNGKARA, telah melakukan pendampingan kepada komunitas SAD. Beberapa kegiatan kemandirian yang berhasil dijalankan meliputi pengelolaan usaha pertanian, pelatihan perbengkelan, pengembangan bioflok untuk pembesaran ikan, hingga pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi komunitas. Meski demikian, banyak tantangan dalam aspek pemenuhan layanan dasar yang masih harus diperjuangkan, seperti akses terhadap pendidikan formal, keterbatasan pelayanan kesehatan, dan isu lahan yang kompleks.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran publik tentang kondisi kehidupan masyarakat adat, Pundi Sumatra menggelar kegiatan Journalist Visit yang berlangsung pada 20 hingga 22 September 2024. Kegiatan ini melibatkan jurnalis dari media nasional seperti Mongabay, Kompas TV, CNN Indonesia, dan Kompas.com, untuk melihat secara langsung berbagai praktik baik serta tantangan yang dihadapi oleh komunitas Suku Anak Dalam (SAD) di Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, dan kecamatan Bathin VIII, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Selama kegiatan Jurnalis Visit, peserta diajak untuk melihat langsung beberapa praktik baik komunitas SAD dalam agenda diskusi bersama. Dalam sesi diskusi dan wawancara, komunitas bercerita tentang perubahan pola hidup jangka panjang yang mulai mereka sadari. Samsu, salah satu komunitas SAD Desa Dwi Karya Bakti, Kabupaten Bungo bercerita bahwa hasil hutan semakin sulit dan membuat mereka harus mengubah mata pencaharian. 

Hutan sekarang sudah susah, dak bisa lagi hidup bergantung dengan hutan. Kalau punya lahan ya harus coba berkebun sekarang ni,” tuturnya. 

Salah satu upaya Samsu untuk berkembang maju adalah mengirimkan anak perempuan satu-satunya untuk berkuliah di kota. Juliana yang baru saja menyelesaikan ujian sidang tugas akhir di kampus Universitas Muhammadiyah Jambi menjadi sorotan utama dalam kunjungan ini. Juliana tidak hanya menjadi simbol harapan bagi perempuan-perempuan di komunitasnya, tetapi juga menunjukkan bahwa pendidikan bisa menjadi jalan keluar dari stigma negatif yang sering dihadapi oleh masyarakat adat ini. Kisah ini menarik perhatian para jurnalis, yang melihat langsung peran perempuan SAD dalam kelompok usaha kecil ikan asap dan keterlibatan perempuan SAD sebagai kader posyandu. 

Dewi Yunita selaku CEO Pundi Sumatra menceritakan bahwa perempuan-perempuan dari Rombong Hari dan Badai dulunya tidak pernah terlibat dalam aktivitas kelompok. Sejak mendampingi pertama kali, hanya kelompok pria yang boleh berdiskusi di luar bersama Pundi Sumatra. “Saat ini perempuan adat Suku Anak Dalam telah terlibat dalam banyak kegiatan, ada yang menjadi ketua kelompok, menjadi kader porsyandu, dan sudah berani tampil dalam acara pertemuan bersama pihak luar,” tuturnya. 

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa memberdayakan perempuan sama artinya dengan menciptakan generasi-generasi yang maju dan berkembang. Harapannya adalah dari perempuan-perempuan yang turut andil dalam pemberdayaan kelompok, maka suara dan keresahan perempuan terkait rumah tangga dapat diadvokasi bersama. 

Beranjak dari komunitas SAD di Desa Dwi Karya Bakti Kabupaten Bungo,  di Komunitas SAD Kelurahan Limbur Tembesi para peserta Jurnalis Visit mengamati berbagai kegiatan pemberdayaan lain yang dilakukan, seperti pembesaran ikan menggunakan media bioflok, program sekolah lapang pertanian, dan kegiatan perbengkelan. Semua ini bertujuan untuk memberikan alternatif sumber penghidupan bagi komunitas yang kian kehilangan akses terhadap hasil hutan.

Dalam diskusi bersama jurnalis, Tumenggung Juray menceritakan keresahan mereka setelah hidup tanpa hutannya. Kini mereka hidup di tengah-tengah aktivitas sosial masyarakat tanpa keterampilan. Akibatnya daya hidup semakin menurun. 

Tumenggung Juray dan Anggota Rombong merawat tanaman cabai. Foto : Annisa Majesty Kasturi/Pundi Sumatra
Tumenggung Juray dan Anggota Rombong merawat tanaman cabai. Foto : Annisa Majesty Kasturi/Pundi Sumatra

“Kami sering ambil besi-besi bekas di pinggir-pinggir jalan untuk dijual, mengutip brondol. Ada yang berkebun tapi hasil dak maksimal karena kurang modal dan kurang keterampilan,” ungkapnya.

Isu-isu sosial yang tak pernah tuntas di komunitas adat Suku Anak Dalam ini menjadikan pekerjaan pemerintah semakin banyak dan menumpuk. Beberapa langkah yang dilakukan Pundi Sumatra adalah bersinergi bersama pemerintah setempat. Diantaranya adalah dengan melakukan diskusi multipihak untuk menjaring komitmen bersama, mengajak pemangku kebijakan untuk turun kelapangan dan berdialog bersama komunitas, serta mengadakan jurnalis visit sebagai bagian gerakan advokasi pemberdayaan melalui media. 

“Memunculkan kemandirian komunitas SAD ini tidak bisa diwujudkan dalam waktu yang singkat, ada perjalanan panjang. Di komunitas SAD Bungo ini sudah sekitar sepuluh tahun kami dampingi. Perlahan-lahan mereka sudah mulai mandiri dalam mengakses layanan pemerintah,” tutur Yori Sandi selaku koordinator program. 

Tujuan utama dari Journalist Visit ini adalah agar jurnalis dapat melihat secara langsung dinamika sosial-budaya yang terjadi di komunitas SAD serta mendokumentasikan berbagai praktik baik yang sudah dilakukan oleh komunitas ini dengan dukungan Pundi Sumatra. Harapannya, liputan media yang dihasilkan dapat meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya perlindungan hak-hak masyarakat adat dan mendorong langkah-langkah konkret dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.

Pak Sikap memanen kangkung. Foto : Annisa Majesty Kasturi/Pundi Sumatra