Keharmonisan Alam dan Tradisi: Masyarakat Hukum Adat Ili Nan Basiring Mudik Nan Batopi

Keharmonisan Alam dan Tradisi: Masyarakat Hukum Adat Ili Nan Basiring Mudik Nan Batopi

Di Desa Air Liki Baru, masyarakat mengalirkan harmoni alam dan tradisi ke dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak hanya menjadikan desa yang berada di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi ini sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai sumber kearifan lokal yang mereka pelihara dari generasi ke generasi. Setiap pagi, sinar matahari menyinari hutan dan sawah, sementara Sungai Batang Tabir yang mengalir serta kicauan burung memberi nyawa pada desa. Masyarakat adat di sana tidak hanya bertani, tetapi juga merawat warisan leluhur sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan kebudayaan yang tetap lestari meski menghadapi tantangan zaman.

Masyarakat membentuk Desa Air Liki Baru secara administratif pada tahun 2008, menjadikannya salah satu desa paling terpencil di Jambi. Mereka tinggal di dataran tinggi yang dikelilingi perbukitan, sehingga akses ke desa hanya bisa dilakukan dengan kendaraan khusus seperti mobil gardan ganda. Letak geografis ini melindungi adat istiadat mereka dari pengaruh budaya luar, sekaligus menjaga nuansa asli kehidupan masyarakat Ili Nan Basiring. Jarak dari kota besar membuat mereka tetap mempertahankan kearifan lokal tanpa terganggu oleh budaya modern yang berpotensi merusaknya.

Pengakuan sebagai Masyarakat Hukum Adat

Pada tahun 2024, masyarakat Ili Nan Basiring Mudik Nan Batopi mendapatkan pengakuan resmi sebagai Masyarakat Hukum Adat dari Bupati Merangin, yang kemudian diusulkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pengesahan. Mereka memelihara struktur adat yang kuat, dipimpin oleh Datuk Langkah, Datuk Lantak, dan Orangtuo. Pengakuan ini mendorong masyarakat untuk terus mempertahankan tradisi mereka, sekaligus memperkuat komitmen mereka dalam melestarikan lingkungan dan ekosistem lokal.

Sungai Batang Tabir menjadi simbol penting dalam kehidupan masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam. Mereka memanfaatkan sungai ini sebagai sumber air dan irigasi alami untuk sawah-sawah yang dikelola secara tradisional tanpa menggunakan pupuk kimia. Tradisi Lubuk Larangan, di mana masyarakat hanya menangkap ikan setiap dua tahun sekali, mereka pelihara hingga kini. Mereka membuka Lubuk Larangan dengan doa bersama yang dipimpin oleh Datuk Langkah, mencerminkan keharmonisan antara manusia dan alam. Tradisi ini tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem sungai tetapi juga mempererat hubungan sosial antarwarga desa.

Hasil Tani dengan Metode Tradisional Masyarakat Desa Air Liki. Foto: Yovanza/Pundi Sumatra
Hasil Tani dengan Metode Tradisional Masyarakat Desa Air Liki. Foto: Yovanza/Pundi Sumatra

Sebagian besar masyarakat bertani dengan cara tradisional, mengandalkan hasil sawah yang diwariskan turun-temurun. Mereka mengadakan upacara Doa Turun Kasawah sebelum masa tanam, dimulai dengan penyembelihan kerbau dan pembagian daging kepada seluruh keluarga di desa. Setelah itu, warga berkumpul untuk berdoa bersama di sawah, berharap panen yang melimpah. Upacara ini menjadi simbol persatuan dan ketergantungan mereka pada alam.

Hutan yang mengelilingi Desa Air Liki Baru, termasuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), mereka jaga dengan patroli rutin yang dilakukan bersama Kelompok Konservasi Masyarakat (KKM). Masyarakat juga memanfaatkan hutan adat seluas 303 hektar yang mereka kelola untuk kepentingan bersama, seperti membangun fasilitas publik. Mereka memberi sanksi bagi pelanggar aturan adat, termasuk kewajiban menanam pohon untuk memulihkan lingkungan.

Keseriusan masyarakat dalam menjaga hutan adat menarik dukungan dari berbagai lembaga. Yayasan Fauna Flora Indonesia – International Program (FFI-IP) memberikan pelatihan dan bantuan bibit tanaman, sementara yayasan Community Forest Ecosystem Services (CFES) dan Pundi Sumatra meresmikan program konservasi lima tahun untuk Hutan Adat Panglima Pati pada 2024. Program ini membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian hutan.

Pepatah “Apa yang ditanam, itulah yang dituai” menjadi refleksi tepat bagi masyarakat Ili Nan Basiring Mudik Nan Batopi. Harmoni antara alam, petani, dan tradisi menjadi inti dari kehidupan desa ini. Alam memberi mereka sumber kehidupan, dan masyarakat menjaganya dengan praktik-praktik tradisional yang diwariskan leluhur. Dengan pelestarian tradisi dan penghargaan terhadap alam, masyarakat desa ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia dan alam bisa berjalan selaras dalam keseimbangan yang indah, membawa berkah bagi generasi masa kini dan masa depan.