
Kisah Juliana, Perempuan SAD Pertama yang Berkuliah
Kabar gembira datang dari Suku Anak Dalam (SAD) Jambi, tepatnya di Desa Dwi Karya Bhakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo. Juliana berhasil melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi Jambi. Dara muda kelahiran 2002 ini adalah perempuan pertama dari kelompok SAD yang berkuliah.
Sejak tahun 2012 Pundi Sumatra menjalankan program inklusi bagi komunitas SAD khususnya rombong yang tinggal di sepanjang jalur lintas tengah Sumatra. Dewi Yunita Widiarti (CEO Pundi Sumatra) menceritakan bagaimana awal mereka masuk ke dalam komunitas tersebut.
“Tahun 2012 kita masuk ke rombong Juliana ini. Saat itu karena Tumenggung mereka bernama pak Salim, maka disebut Rombong Salim,” tuturnya. Tumenggung adalah sebutan untuk pimpinan kelompok SAD. Saat pertama kali ditemui, Rombong Salim sebagian besar masih tinggal di sudung. Mereka masih mengandalkan hutan untuk hidup. Aktivitas berburu pun masih dilakukan oleh setiap kepala keluarga.
Tertutup dengan orang asing
Tak mudah membuat SAD menaruh kepercayaan pada orang luar.
“Awalnya mereka tidak banyak merespon kalau kita ajak terlibat,” terang Dewi.
Sulitnya melakukan pendekatan dengan orang dewasa membuat tim fasilitator Pundi Sumatra memutar otak. Namun anak-anak adalah kelompok yang lebih mudah didekati oleh pendamping lapangan kala itu. Sehingga dalam program pendampingan pertama, yang dilakukan adalah program layanan pendidikan. Sasarannya adalah anak-anak baik usia pra sekolah dan usia sekolah.
Metode belajar yang dilakukan adalah menggabungkan materi calistung dengan kegiatan bermain. Lingkungan terbuka selalu dijadikan sebagai tempat belajar anak-anak. Belajar bisa berlangsung di sekitar sudung, sekitar kebun sawit bahkan pinggir sungai pun menjadi lokasi belajar yang efektif.

Saat pertama kali bertemu, Juliana masih duduk di bangku sekolah dasar. Sebagaimana karakter perempuan adat yang tidak banyak bersentuhan dengan pihak luar, Juliana memiliki sifat pemalu dan pendiam. Namun demikian, anak kedua dari empat bersaudara ini selalu rajin mengikuti kelas belajar.
Lahir sebagai anak perempuan di komunitas SAD tak membatasi semangat Juliana untuk belajar. Kedua orang tua Juliana yang sehari-hari hidup dari penghasilan berburu, meramu dan berkebun, justru sangat mendorong Juliana untuk mengenyam pendidikan formal. Sejak memasuki usia sekolah, Juliana di sekolahkan di SDN 198 Pasir Putih. Jarak sekolah ini cukup dekat dengan lokasi pemukiman warga. Namun saat di bangku menengah kejuruan, Juliana terpaksa menempuh jarak yang cukup jauh karena tidak ada fasilitas pendidikan setingkatnya di sekitar desa.
Pada tahap akhir sebelum menyelesaikan pendidikan menengah kejuruan, Juliana dan empat rekannya diajak berkeliling ke salah satu kampus di Kota Jambi. Kunjungan ini sebetulnya ingin memberikan motivasi pada anak-anak tersebut, agar tertarik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Universitas. Kala itu, Universitas Muhammadiyah (UM) Jambi menjadi lokasi pilihan kunjungan. Selain diajak berkeliling melihat fasilitas kampus, Juliana dan rekannya sempat mengikuti salah satu kelas yang sedang berlangsung. Mereka juga diajak ke perpustakaan kampus, sampai kemudian melakukan dialog dengan bapak Rektor beserta jajarannya.
“Harapannya adalah memancing motivasi Juliana dan kawan-kawannya untuk mau melanjutkan pendidikan,” ujar Dewi. Melihat antusiasme dari anak-anak SAD pada saat kunjungan tersebut, Rektor UM Jambi, Bapak Dr. Nurdin, S.E., M.E secara spontan menawarkan beasiswa pendidikan kepada mereka jika ingin melanjutkan kuliah disana. Keseriusan ini kemudian ditaindaklanjuti secara bersama antara Pundi Sumatra dengan pihak Universitas Muhammadiyah Jambi dengan penandatangan MoU, dimana pada pointnya segenap civitas akademik UM jambi berkomitmen untuk mendukung kemajuan anak-anak SAD dan memberikan beasiswa penuh sampai tamat.
Keputusan berkuliah
Pertengahan tahun 2020, Dewi Surya Armayani sebagai salah satu pendamping dari Pundi Sumatra mendapatkan telefon dari ayah Juliana. Tak disangka, ternyata beliau meminta bantuan kepada tim pendamping untuk memfasilitasi Juliana agar dapat melanjutkan kuliah di Jambi.
Permohonan tersebut disambut sukacita oleh lembaga yang berdiri sejak tahun 2006 ini. Pundi Sumatra segera membantu Juliana mengurus segala berkas administrasi yang dibutuhkan, hingga akhirnya Juliana resmi menjadi mahasiswi Program Studi Kehutanan di UM Jambi pada tahun 2020 lalu.
“Saya pengen tahu seluk beluk hutan kak,” pungkasnya. Bagi Juliana, meski telah tinggal cukup jauh dari hutan, ia tak bisa melupakan apa yang telah alam berikan kepada nenek moyangnya.
Menjadi komunitas SAD tak membuat Juliana membatasi dirinya dalam beradaptasi. Memasuki tahun ke dua berkuliah, gadis manis ini menceritakan kehidupan kampusnya dengan antusias. Selama berkuliah, ia bisa bertemu dengan teman-teman baru dan mengembangkan banyak kemampuan.
“Sahabat saya ada tujuh kak. Dosennya baik semua,” ucap Juliana sambil tersenyum malu.
Juliana di mata dosen adalah anak yang aktif. Sikapnya yang ramah membuatnya mudah diterima oleh teman-teman di kelas.
“Anaknya selalu aktif. Apalagi saat sesi bertanya di dalam kelas,” ujar Citra selaku dosen Pembimbing Akademis (PA). Tak hanya aktif di dalam kelas, saat sesi praktikum Juliana selalu antusias. Semua tugas yang dosen berikan dikerjakan Juliana dengan maksimal. Alhasil Juliana berhasil mendapatkan IPK 3.55 pada tahun pertamanya.

Tantangan dari orang terdekat
Kepada tim, Juliana bercerita bahwa jalan yang ia tempuh sampai bisa mencicipi bangku perkuliahan bukan perkara yang mudah. Juliana kerap mendengar omongan-omongan yang meruntuhkan semangatnya untuk berkuliah.
“Percuma kuliah, kagek jugo di dapur bae,” ujar Juliana meniru ucapan orang. Bagi orang tua di sana, anak yang berbakti adalah mereka yang bisa menangkap ikan dan membantu orang tua mereka ke ladang.
Tak hanya pada Juli, gunjingan juga harus diterima kedua orang tua Juliana. Masih banyak warga yang beranggapan bahwa tidak ada gunanya menyekolahkan anak perempuan. Pada komunitas ini, peluang anak laki-laki untuk bersekolah jauh lebih besar daripada anak perempuan. Bukan tak berdasar, anggapan ini datang karena tradisi perjodohan yang telah dilakukan turun-temurun. Setiap anak perempuan yang sudah baligh akan dinikahkan.
“Pasti akan datang pria yang melamar. Kalau mahar sudah diterima oleh pihak paman dan kita tolak, maka ada denda yang harus dibayar pihak perempuan,” terang Juliana. Kala itu ia sempat sampaikan kepada orang tua bahwa tak ingin menikah sebelum bekerja. Beberapa teman sepermainannya terpaksa putus sekolah usai dinikahkan.
Pundi Sumatra terus memberikan pemahaman kepada orang tua tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak mereka. Bahkan sejak 2014 hingga tahun ini pun, Pundi Sumatra masih menyalurkan program beasiswa pendidikan pada anak-anak yang bersekolah formal, bantuannya berupa perlengkapan sekolah lengkap.
“Tidak berupa uang, tapi seragam sekolah, tas, sepatu, alat tulis. Tujuannya agar orang tua tidak memikirkan lagi biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan sekolah,” tutur Dewi. Saat ini sudah banyak anak-anak dari SAD yang bersekolah. Namun upaya untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya peran orang tua juga secara bersamaan mulai dibangun. Secara bertahap Pundi Sumatra mulai mendorong orang tua untuk ikut menyediakan sebagian perlengkapan sekolah anak-anaknya secara mandiri.
“Harapannya agar mereka sadar bahwa menyediakan kebutuhan anak sekolah adalah tanggungjawab orang tua, dan proses ini berhasil. Pundi tidak lagi memberikan paket bantuan lengkap, karena orang tua sudah bersedia menanggung sebagiannya,” imbuh Dewi.
Ingin menjadi penjaga alam
Kemampuan Juliana menunjukkan bahwa perempuan SAD juga dapat berkiprah di masyarakat luas. Menurut Juliana, perempuan punya hak untuk mengembangkan kemampuan diri. Perempuan dan pria setara dalam hak kesehatan, pendidikan ataupun pekerjaan. Tak melulu soal urusan dapur. Saat ditanya tentang cita-citanya, ia tersenyum malu lagi.
“Saya pingin kerja di bidang konservasi kak, merawat hutan,” tuturnya. Jika ada kesempatan, Juliana berharap ia bisa melanjutkan pendidikan magister. Tekad yang bulat telah dimilikinya. Baginya, pendidikan adalah investasi untuk hidup yang lebih baik. Juliana hanya ingin, menjadi contoh baik bagi adik-adiknya. Andaikata bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak perempuan SAD di lokasi lain, Juliana lebih bersyukur lagi.
Saat ini, ada 24 orang anak usia pra sekolah dan 39 orang anak usia sekolah yang terdata di tempat tinggal Juliana.
Terus memajukan peradaban SAD
Komunitas SAD kini tinggal lebih dekat dengan masyarakat. Sejak tahun 2014, Kementrian Sosial memberikan rumah tinggal bagi SAD. Ada 60 unit rumah di atas lahan seluas 6,18 Ha yang dibangun. Selain Rombong Hari, pemukiman juga dihuni oleh Rombong Badai, sebuah kelompok yang didatangkan dari wilayah Singkut untuk diberikan akses atas bantuan perumahan tersebut. Total ada 40 kepala keluarga yang tinggal di pemukiman ini.
Tidak terasa sudah lebih dari 10 tahun, Pundi Sumatra melakukan program pendampingan kepada SAD. Upaya mendorong perubahan sosial memang membutuhkan waktu yang tak singkat. Bergerak pada isu inklusi sosial, Pundi mengupayakan kepemilikan adminduk guna membuka akses SAD atas layanan dasar dari pemerintah. Program lainnya juga terkait layanan kesehatan, advokasi kebijakan yang inklusif dan yang paling menonjol adalah program pengembangan sumber-sumber ekonomi produktif pada komunitas.
“Kita ajarkan kegiatan berkebun, bertani, beternak sampai melakukan pembesaran ikan. Membekali kecakapan mereka untuk mandiri,” tutur Dewi. Karena hutan tak bisa lagi diharapkan, dan mereka justru harus dibekali dengan keterampilan agar bisa bertahan dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi disekitarnya Saat ini, hasil panen ikan komunitas SAD telah dinikmati warga sekitar bahkan telah diterima pasar. Pun dengan SAD yang beternak kambing, secara rutin telah menerima pesanan ternak untuk kebutuhan hewan qurban atau Aqikah. Bahkan Juli dan rekan-rekannya, telah membuat produk olahan ikan asap.
“Pemberdayaan SAD tidak akan mampu dilakukan oleh Pundi Sumatra sendiri, karenanya prinsip kerja kolaboratif justru menjadi strategi yang kita pilih dalam pelaksanaan program. Kondisi saat ini bukan hanya tentang keberhasilan Pundi, tapi sejatinya ini adalah keberhasilan kita bersama,” pungkas Dewi.