
Peningkatan Kapasitas Gedsi Untuk Stakeholder Kunci Di Kabupaten Sarolangun Dan Bungo
“Pengetahuan GEDSI ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada peserta tentang konsep pembangunan inklusif, sehingga harapannya konsep pembangunan berkelanjutan yang melibatkan segala aspek dan segala kelompok bisa diwujudkan,”
Isu pengarusutamaan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) perlu terintegrasi dalam proses – proses perencanaan hingga pelaksanaan sebuah program di setiap lembaga. Pengetahuan ini bertujuan untuk mendorong lahirnya program dan kebijakan di tingkat pemerintah yang lebih inklusif sehingga mampu melibatkan berbagai lapisan kelompok, termasuk kelompok komunitas Suku Anak Dalam (SAD) dalam program pembangunan desa.
Menyadari hal itu, Pundi Sumatra memandang perlu adanya kesamaan pandangan antara stakeholder kunci yang akan terlibat dalam pelaksanaan program pemberdayaan SAD di sepanjang jalan trans Sumatra tersebut. Menyamakan sudut pandang menjadi penting dalam mengintegrasikan isu GEDSI pada pelaksanaan program sehingga dapat merancang kebijakan yang berpihak pada kelompok adat ini.
Pundi Sumatra melalui Kemitraan Partnership mendorong pelibatan multi stakeholder kunci dengan melakukan peningkatan kapasitas GEDSI di lokasi dampingan Pundi Sumatra, yaitu Kabupaten Sarolangun (27/02/2024) dan Kabupaten Bungo (26/03/2024) untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan komunitas Suku Anak Dalam (SAD). Kegiatan yang termasuk dalam program ESTUNGKARA tersebut melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) guna terwujudnya program pemberdayaan.
Peningkatan Kapasitas Gedsi Di Kabupaten Sarolangun
Lokasi Kabupaten Sarolangun menjadi lokasi pertama kegiatan. Kegiatan dihadiri oleh perwakilan Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A), Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Camat Bathin VIII, Koordinator Pendamping Desa, Kades Sukajadi, Kades Pulau Lintang, Lurah Limbur Tembesi, Palang Merah Indonesia, dan Badan Pemberdayaan Desa (BPD/LPM) setiap Desa serta perwakilan SAD dari setiap rombong SAD di 3 desa.
Kegiatan dibuka langsung oleh Ibu Hj. Maria Susanti, S.E., selaku PLT Kepala Bappeda Kabupaten Sarolangun. Dalam kata sambutannya, ia menyampaikan bahwa setiap lembaga harus memperhatikan kebijakan yang inklusif.
“Pengetahuan GEDSI ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada peserta tentang konsep pembangunan inklusif, sehingga harapannya konsep pembangunan berkelanjutan yang melibatkan segala aspek dan segala kelompok bisa diwujudkan,” ujarnya.
Pelatihan GEDSI ini menghadirkan dua narasumber untuk memberikan materi – materi GEDSI kepada para peserta. Bapak Mohamad Adhim, S.IP. M.E. selaku praktisi kelompok masyarakat desa Kabupaten Sarolangun hadir menjadi salah satu narasumber. Dalam materinya, Adhim menyampaikan bahwa kesetaraan GEDSI menjadi landasan penting untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan. Selain itu GEDSI juga memiliki beberapa manfaat bagi pembangunan, seperti pembangunan infrastruktur yang inklusif, pemanfaatan infrastruktur oleh lintas golongan tanpa ada diskriminasi, penerapan GEDSI dalam sektor energi, serta pembangunan yang inklusif dan memberikan manfaat bagi seluruh bagian masyarakat.
“Menjadikan GEDSI dalam setiap aspek pelayanan menjadi sebuah tantangan dari pembangunan berkelanjutan. Maka dari itu kita semua harus berupaya mengatasi masalah ketidakadilan gender dalam lingkup tugas dan fungsinya dengan menggunakan perspektif GEDSI secara utuh,” ujarnya.

Usai mendapatkan pemaparan materi, para peserta kegiatan mendapatkan pemahaman materi yang lebih dalam tentang implementasi GEDSI oleh Wenny Ira selaku akademisi dari Universitas Nurdin Hamzah Jambi. Dalam sesinya, Wenny menggunakan metode diskusi kelompok untuk mengidentifikasi potensi dan kendala yang ada di desa guna merancang strategi yang sesuai dengan kebutuhan.
“Langkah ini akan menjadi dasar untuk rencana tindak lanjut yang bisa digunakan dalam penyelesaian masalah,” ujarnya. Peserta terbagi ke dalam kelompok kecil untuk melakukan pemetaan potensi dan kendala di desa-desa mereka. Mereka berdiskusi intensif untuk mengidentifikasi aset dan hambatan yang ada. Bersama-sama, peserta mengidentifikasi langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk mewujudkan desa inklusif. Mereka menyusun rencana aksi yang mencakup berbagai aspek pembangunan, dari ekonomi hingga sosial. Dengan pelatihan ini harapannya kepada para peserta, Meningkatnya pemahaman dan kesamaan perspektif terkait GEDSI lalu lahirnya program atau kebijakan di tingkat Desa yang lebih inklusif dengan pelibatan dan pemerataan pembangunan pada kelompok-kelompok marjinal.
Peningkatan Kapasitas Gedsi Di Kabupaten Bungo
Selang beberapa minggu setelah mengadakan kegiatan di Sarolangun, tepatnya pada 26 Maret 2024 Kabupaten Bungo menjadi lokasi kedua pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas GEDSI. Kegiatan yang berlangsung di aula kantor Kecamatan Pelepat ini dihadiri oleh berbagai pihak termasuk perangkat desa, BPD, tokoh masyarakat, bidan desa, perwakilan kecamatan Pelepat, perwakilan KUA Pelepat, serta perwakilan dari Komunitas Suku Anak Dalam Dwi Karya Bakti.
Pada tanggal 26 Maret 2024, di aula kantor Kecamatan Pelepat, Bungo, telah dilaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas GEDSI untuk para pemangku kepentingan kunci. Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perangkat desa, BPD, tokoh masyarakat pemuda, bidan desa, perwakilan dari kecamatan Pelepat, perwakilan dari KUA Pelepat, dan perwakilan dari komunitas Suku Anak Dalam Dwi Karya Bakti, dengan total 21 peserta.
Kegiatan dimulai dengan penyampaian materi oleh Bapak Yos Army selaku praktisi komunitas desa dan masyarakat, tentang pemahaman konsep GEDSI dan implementasinya dalam perencanaan desa. Materi tersebut mencakup aspek-aspek penting seperti perlindungan anak, pencegahan kekerasan seksual terhadap anak, serta peran pemangku kepentingan dalam mewujudkan GEDSI dalam konteks perencanaan desa.

Langkah berikutnya adalah simulasi perencanaan pembangunan desa yang difasilitasi oleh Riya Dharma selaku narasumber kedua. Dalam simulasi ini, peserta terlibat aktif dalam merancang program-program pembangunan desa yang mempertimbangkan perspektif GEDSI. Proses simulasi melibatkan diskusi, analisis, dan penyusunan rencana aksi secara partisipatif. Peserta diberi kesempatan untuk berbagi ide, pemikiran, dan pengalaman terkait penerapan konsep GEDSI dalam konteks nyata di Dusun Dwi Karya Bakti.
Salah satu sorotan menarik adalah praktik pengarusutamaan GEDSI yang telah dilakukan di Dusun Dwi Karya Bakti, di mana pemerintah desa telah secara aktif melibatkan perwakilan dari masyarakat minoritas dan disabilitas dalam proses musyawarah perencanaan pembangunan desa, serta menerima usulan yang disampaikan oleh komunitas Suku Anak Dalam.
Kegiatan berlangsung dengan lancar dan diakhiri dengan sesi refleksi dan evaluasi mendalam untuk mengevaluasi pemahaman peserta serta mengidentifikasi langkah-langkah lanjutan yang perlu dilakukan. Ini merupakan langkah krusial dalam memastikan bahwa konsep GEDSI dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan dalam perencanaan dan pembangunan desa.
Baca juga : Saat Listrik Menyapa Pematang Kejumat